Senin, 15 September 2008

CVA

TINJAUAN PUSTAKA

A.Defenisi

Cerebro vascular accident (CVA) atau stroke adalah gangguan suplai oksigen ke sel-sel syaraf yang dapat disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya satu atau lebih pembuluh darah yang memperdarahi otak, dan terjadi dengan tiba-tiba. Dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: trombosis, emboli, dan perdarahan serebral (Keperawatan P.K. Sint Carolus, 1994). Sedangkan menurut Lynda Juall Carpenito (1995) cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap aterosklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap ruptur arteri (aneurisma).
Menurut WHO (1989) stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.
Menurut patologi anatomi stroke dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1.Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadianya saat melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
2.Stroke Non Haemorhagi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Sedangkan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya stroke terdiri dari:
1.TIA (trans iskemik attack) gangguan neurologis stempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2.RIND stroke yang proses terjadinya 24-72 jam.
3.Stroke involusi, yaitu stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk dengan gejala yang belum menetap, proses dapat berjalan lebih dari 72 jam atau beberapa hari.
4.Stroke komplit dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen, sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

B.Etiologi
Beberapa keadaan di bawah ini yang dapat menyebabkan stroke antara lain:
1.Trombosis Cerebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya. Trombisis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini akibat penurunan aktifitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak antara lain:
a.Arteriosklerosis
Arteriosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis arteriosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
Merupakan tempat terbentuknya trombus, kemudian melepaskan kepingan trombus (embolus).
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b.Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas , hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c.Arteritis (Radang pada arteri)

2.Emboli
Abnormalitas pada jantung kiri, seperti endokarditis inefektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmunal adalah tempat-tempat di asal emboli. Mungkin saja bahwa pemasangan katup jantung prostetik dapat mencetuskan stroke, karena terdapat peningkatan insiden embolisme setelah prosedur ini. Resiko stroke setelah pemasangan katup jantung dapat dikurangi dengan terapi antikoagulan pascaoperatif. Kegagalan pacu jantung, fibrilasi atrium, dan kardioversi untuk fibrilasi atrium adalah kemungkinan penyebab lain dari emboli serebral dan stroke. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral.

3.Haemoragi
Kebanyakan perdarahan serebral disebabkab oleh pecahnya arteriosklerosis dan hipertensi pembuluh darah. Pecahnya menyebabkan jumlah perdarahan yang banyak, sementara pecahnya vena atau kapiler menyebabkan perdarahan yang lebih sedikit. Tergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan dapat terjadi gangguan fungsi yang pemulihanya lambat, atau otak dapat mengalami hernia yang dapat mengakibatkan kematian dalam tiga hari pardarahan pertama. Lokasi perdarahan bisa terjadi di serebral, ekstradural, subdural, subarachnoid, dan intraserebral.
4.Hipoksia Sistemik
a.Hipertensi yang parah
b.Cardiac pulmonary arrest
c.Cardiac output turun akibat aritmmia.

5.Hipoksia Setempat
a.Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b.Vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C.Patofisiologi

Infark serebral adalah berkurangnya suplai fungsi ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering atau cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, trombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, atau darah beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus dapat mengakibatkan:
1.Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2.Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyababkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang beberapa hari. Dengan berkurangnya edema, pasien mulai menunjukkan parbaikan, CVA. Karena trombosis biasanya tidak fatal, jika terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyababkan perdarahan serebral, jika aneurisama pecah dan ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerosis dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intrserebral yang sangat luas akan menyababkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.

A.Manifestasi Klinis
Stroke dapat menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran jumlah darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor pada salah asatu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor yang paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Diawal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan hilang atau menurunya refleks tendon dalam. Apabila refleks tendon dalan ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan spatisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat .
Kehilangan komunikasi.Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1.Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
2.Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
3.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
Gangguan persepsi. Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan difungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Kehilangan sensori karena stroke dapat berubah kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik. Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau fungsi intelektual, kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, demdam, dan kerang kerjasama.
Disfungsi kandung kemih. Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urianarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan menggunakan urinal atau bedpan karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalanm respon terhadap pengisian kandung kemih.

B.Faktor Resiko Stroke
Dalam upaya pencegahannya maka diperlukan identifikasi karakteristik epidemiologiknya yang dapat merupakan sebagai faktor resiko stroke. Faktor resiko ini menyebabkan orang menjadi lebih rentan atau mudah mengalami stroke. Faktor-faktor resiko yang selama ini telah diidentifikasi dapat berupa hipertensi, diabetes militus, riwayat stroke sebelumnya, obesitas dan kebiasaan merokok. Selain itu, disebutkan juga beberapa faktor yang dicurigai berkaitan dengan stroke seperti alkohol, kontrasepsi hormonal, trauma dan herpes zoster.
Diantara faktor resiko diatas, dapat disebutkan 4 major risk factors dari stroke:
1.Hipertensi
2.Transient Ischemic Attack(TIA)
3.Hipercholesterolemia
4.Diabetes Militus

C.Pemeriksaan Diagnostik
1.Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik. Seperti perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.
2.CT Scan: memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
3.Pungsi lumbal:menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4.MRI: menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena (MVA).
5.Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis,arteriosklerotik).
6.EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7.Sinar X Tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas.

D.Penatalaksanaan Umum Stroke
1.Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut
Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
a.Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b.Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk berusaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2.Rehidrasi yang cukup.
3.Assessment gangguan menelan dan tata cara pemberian nutrisi bila ada gangguan menelan.
4.Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
5.Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
6.Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
7.Perbaikan adanya komplikasi sistemik.
8. Penanganan daerah Penumbra (jaringan iskemik yang tanpa dilakukan upaya pengobatan akan menjadi infark). Karena daerah ini akan terjadi rantai reaksi metabolic antara lain masuknya ion kalsium dan laktat kedalam cel sehingga terjadi edema cel dan akhirnya necrosis.

Tindakan
Upaya perbaikan status umum (TD, gula darah, hydrasi, keseimbangan cairan asam basa, kardio respirasi)
Anti trombosis (heparin, wafarin) untuk mencegah perluasan infark bila waktu masih dalam ”theurapeutik win-down” (<6 jam).
Perbaikan metabolic sekitar lesi sampai saat ini masih eksperimental.

Tindakan Konsevatif
1. vasodilasator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2.Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3.Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

Tindakan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1.Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
2.Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3.Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4.Utasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

E.Asuhan keperawatan
1.Pengkajian
Lembar alir neurologik dipertahankan untuk menunjukkan parameter pengkajian keperawatan dibawah ini:
a.Perubahan pada tingkat kesadaran atau responsivitas yang dibuktikan oleh gerakan, menolak terhadap perubahan posisi, dan respon terhadap stimulasi: berorientasi terhadap tempat, waktu, dan orang.
b.Adanya atau tidak adanya gerakan volunter atau involunter ekstremitas: tonus otot; postur tubuh; dan posisi kepala
c.Kekakuan atau flaksiditas leher.
d.Membuka mata, ukuran pupil komparatif dan reaksi pupil terhadap cahaya, dan posisi okular.
e.Warna wajah dan ekstremitas; suhu dan kelembaban kulit.
f.Kualitas dan frekuensi nadi dan pernafasan; gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh, dan tekanan arteri.
g.Kemampuan untuk bicara.
h.Volume cairan yang diminum atau diberikan dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.
Ketika pasien mulai sadar, tanda keletihan dan konfusi ekstrem tampak sebagai akibat edema serebral yang mengikuti stroke. Bila terjadi lesi pada hemisfer dominan pasien juga mengalami afasia. Lesi hemisfer non dominan dapat mengakibatkan apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan gerakan yang dipejari sebelumnya).
Setelah fase akut, perawat mengkaji fungsi-fungsi berikut: satus mental (memori, lapang perhatian, persepsi, orientasi, afek, bicara atau bahasa), sensasi atau persepsi(biasanya pasien mengalami penurunan kesadaran terhadap nyeri dan suhu); kontrol motorik (gerakan ekstremitas atas dan bawah); dan fungsi kandung kemih.

2.Diagnosa Keperawatan
a.Penururnan perfusi jaringan otak berhubungan dengan menurunnya supplay darah serebral adanya oklusi otak, perdarahan, vasospasme dan edema otak.
b.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak sadar atau menurunnya refleks batuk.
c.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan parestesia, flaciad, paralisis sekunder rusaknya sistem motorik
d.Kerusakan komunikasi verbal atau tulis berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot facial atau oral, kehilangan memori, dan kelemahan secara umum.
e.Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan mobilitas fisik .
f.Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan mobilitas yang lama.

Tidak ada komentar: